Regulasi Industri Komputasi Awan di RI Perlu Kepastian


cloud

Industri komputasi awan (cloud computing) di tahun 2020 akan ramai dengan masuknya pemain komputasi awan asing ke Indonesia, seperti Google Cloud, Alibaba Cloud dan Amazon. Maka dari itu, pemerintah dinilai perlu memikirkan regulasi yang balk dan tepat.

Ketua Umum Asosiasi Cloud Computing Indonesia (ACCI) Alex Budiyanto mengatakan regulasi yang diperlukan yakni memiliki tujuan untuk menjaga same level playing field antara pemain lokal dan asing, sehingga dengan hadirnya pemain global dapat bermanfaat untuk ekosistem digital di Indonesia.

"Mereka [pemain global] harus bisa bersinergi dengan pemain lokal yang ada, jangan sampai bisnis anak bangsa tergusur oleh para pemain global," kata Alex, Minggu (20/10/2019).

Sebelumnya, Alibaba Cloud telah membangun data center di Indonesia. Langkah ini akan diikuti oleh sejumlah perusahaan teknologi global dalam beberapa tahun ke depan. Google Cloud beberapa waktu lalu mengumumkan rencana peluncuran Region Cloud Jakarta pada semester I-2020. Selain Google, Amazon juga mengumumkan rencana untuk membuka pusat data di Indonesia.

Alex menjelaskan Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2012 telah membuat perkembangan industri komputasi awan dalam negeri berjalan dengan baik. Peraturan itu mewajibkan pusat data berada di Indonesia. Sementara, Jaringan Palapa Ring diharapkan dapat saling menguntungkan satu sama lain, baik bagi pelaku industri awan global dan lokal.

Di sisi lain, sejumlah asosiasi penyelenggara jasa internet seperti ACCI, APJII, FTII, Aspiluki, Indonesia ICT Institute dan Mastel menilai Pasal 21 ayat 1 Draf Revisi PP Nomor 82 Tahun 2012 dengan perintah Presiden Joko Widodo yang menyatakan bahwa kedaulatan data harus dilindungi pada saat menyampaikan pidato 16 Agustus 2019. Pasal tersebut berbunyi Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dapat mengelola, memproses dan/atau menyimpan Sistem Elektronik dan Data Elektronik di wilayah Indonesia dan/atau di luar wilayah Indonesia.

"Dengan bunyi ayat di atas, maka yang akan terjadi adalah negara tidak akan dapat melindungi “data kita” (data masyarakat Indonesia) karena Pemerintah memberikan lampu hijau kepada Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dan aplikasi-aplikasi yang berasal dari negara lain untuk bisa menyimpan data di luar wilayah Indonesia, dan itu berarti isi Revisi PP 82/2012 sangat bertentangan dengan arahan Presiden," ujar pihak asosiasi dalam keterangan resminya pekan lalu.

Sementara, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kemenkominfo Semuel Abrijani Pengerapan mengatakan dibangunnya fasilitas penyimpanan di Indonesia akan mendorong pemilik data untuk menyimpan data di Indonesia.

"Karena data selalu ingin mendekat kepada pengaksesnya. Makanya, pemerintah membuat program untuk membangun ekosistem. Harapannya adalah industri cloud tumbuh di Indonesia karena marketnya besar," ujar Semuel.

Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung menilai draf Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2012 realistis. Untuk menaruh data di dalam wilayah yurisdiksi suatu wilayah, seperti volume pengguna menjadi pertimbangan para pelaku bisnis asing

"Mereka akan berhitung. Mereka akan taruh data di lokal ketika volume pengguna sudah cukup," ujar Untung.


Bagikan artikel ini